Mandela, Sunnat, Dan Kesadaran Perlawanan

Mandela, Sunnat, Dan Kesadaran Perlawanan
Ilustrasi: baraaksara.my.id

Seorang anak berumur tujuh tahun yang baru di baptis dan diganti namanya dengan nelson itu adalah anak yang tekun menimba ilmu pengetahuan.

Tekad yang kuat membuat kesempatan yang sempit ia manfaatkan semaksimal mungkin. ia dikenal taat beragama dan menyukai pelajaran sejarah. terutama sejarah afrika selatan.

Dalam penelusurannya mengenai sejarah. anak yang, barangkali belum berpacaran itu menemukan ketertinggalan afrika selatan. dan kemajuan yang dibuat oleh kolonialis eropa.

Ia mengagumi kolonialis berkulit putih, tinggi, dan bermata biru itu. baginya kolonialis adalah penolong. pembawa kemajuan untuk bangsanya yang tertinggal.

Ia kagum dan tunduk. juga tak jernih melihat sejarah. ia termakan propaganda memajukan dan mengadabkan bangsa lain. suatu propaganda yang banyak memakan korban. buruh dan tanah terutama.

Nelson muda dalam keadaan buta. hingga remaja. pada usia 16 tahun yang damai. ia harus melalui ritual sunnat. suatu ritus pendewasaan. agar ia diterima masyarakat, dianggap dewasa dan memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat.

Disebuah tempat sepi. dekat sungai yang sejuk. dan semak-semak yang bergoyang. setelah menjalani ritual pendewasaan nelson berubah. dari anak ke remaja. dan diakui. nelson ceria. bangga telah menjadi pria kemudian bersiap untuk pulang.

Namun sebuah pidato perpisahan dari kepala suku mengguncang kesadaran dan batin anak yang baru disunnat itu. kepala suku berkata “disana duduk putra-putra kita, muda, sehat, dan tampan, kembang suku xhosa, kebanggaan bangsa kita.

Kita baru menyunat mereka dalam acara yang menjanjikan kehidupan laki-laki. tapi janji itu kosng dan memperdaya. karena kita, orang-orang xhosa, dan semua orang hitam di afrika selatan, adalah kaum yang ditaklukkan.

Kita budak di negeri kita sendiri. kita penyewa tanah di tanah kita sendiri. kita tidak mempunyai, kekuasaan, kekuatan, dan kendali atas nasib kita sendiri di tanah kelahiran kita sendiri. anak-anak muda itu akan pergi ke kota-kota besar, tempat mereka akan hidup didalam gubuk dan menenggak alkohol murahan.

Karena kita tidak mempunyai tanah yang bisa diberikan kepada mereka tempat mereka bisa makmur. dan beranak-pinak. mereka akan batuk memuntahkan isi paru-paru mereka kedalam tambang-tambang orang kulit putih. hingga orang berkulit putih dapat hidup dengan sejahtera tiada tara.”

Semburan pidato yang bagai gempa itu mengguncang kesadaran nelson mandela. runtuh berkeping-keping bangunan sejarah yang ia pelajari. anak yang baru disunnat itu mengalami pertempuran batin.

Antara yang diyakininya dan realita yang digambarkan kepala suku. ia tertegun, merenung, tak percaya pada kepala suku. dan mempertanyakan isi kepalanya sendiri. batin nelson menggugat! perkataan kepala suku telah menjadi bara perlawanan didalam diri nelson mandela.

Hingga pada perjalanan berikutnya. ia mengakui kesalahan, pembacaan, pemaknaan, terhadap kolonialis eropa. kolonialis eropa bukanlah penolong.

Mereka hanyalah bangsa-bangsa yang kelaparan didaerahnya dan mencari makan di afrika selatan. dengan cara yang tak manusiawi. nelson pada akhirnya, berperang, melawan, dan menang.

Siska Reunata
Siska Reunata Perkenalkan nama saya Siska Reunata, saya hobi menulis tentang dunia pendidikan, dan suka sama travelling. Semoga suka sama konten aku ya bestie!

Tidak ada komentar untuk "Mandela, Sunnat, Dan Kesadaran Perlawanan"